Berkutak di dunia farmasetika tidak pernah terpikir akan mengoleksi mencit dan menguliti serta membunuhnya. Wajar mungkin bagi yang kesehariannya di bidang farmakologi.
Sedikit cerita penelitian saya sekarang sudah sampai ke aplikasi sediaannya secara in vivo, nah kirain in vivo kaga perlu dilakukan karena bukan bidang saya, eh ternyata sepaket. Dianggapnya ngurus mencit itu biasa dan bukan hanya miliki departemen farmakologi.
BOcoran lainnya saya membuat luka buatan dengan alat khusus, 2 luka berbentuk bulat di punggung si mencit mahal yang harga 5 mencit mencapai satu juta rupiah. Nah habis penelitian, harus dikuliti tuh si lukanya dan dianalisis dengan Hematoxyline dan eosin (HE) serta Masson’s trichrome (MT) staining. Sebelumnya harus diberi formalin dan mulai menggunakan alat pemroses jaringan (tissue processing).
Ini videonya Tissue processor Leica Asp300s ya simak mungkin suatu sat salah satu departemen di fakultas saya di Indonesia memilikinya, itulah sebabnya biar bisa mengingatkan.
FAsilitas alat dan bahan di Jepang tidak usah diragukan lagi, tapi tetep saja secanggih apapun kalau manajemen penggunaan dan pemeliharaan tidak tertata rapi ya wassalam.