Cerita Di Balik Mengerikannya Gempa 6.4 SR di Kumamoto Jepang

Cerita Di Balik Mengerikannya Gempa 6.4 SR di Kumamoto Jepang. Pada hari kamis (14/4) tidak biasanya saya pulang Pk.20.00 waktu setempat dikarenakan semua sensei sedang ada pesta bersama para alumni yang memberikan beberapa instrumen untuk laboratoriumnya.

Sesampainya di apartemen Ishoma kemudian update blog bidhuan.com dan farmasetika.com, tiba-tiba tepatnya Pk. 21.32 apartemen bergoyang, lama-lama semakin menguat dan “Bruk….” microwave jatuh yang tersimpan di atas kulkas, secara refleks keluar kamar berbarengan dengan goncangan yang semakin mengeras serta barang-barang lainnya terjatuh dari lemari termasuk lampu gantung yang hingga saat ini belum dipasang.

Seketika detak Jantung mulai mereda dan keadaan mulai tenang, saya mulai masuk kembali dan mulai menyadari bahwa apato terlihat “semakin” acak-acakan.

4 menit berselang, gempa terjadi kembali sama ngerinya dengan gempa pertama. Selidik punya selidik, berdasarkan info dari http://www.jma.go.jp/en/quake/quake_local_index.html merupakan gempa 6.4 SR dengan level 7 alias level tertinggi gempa di Jepang. Khusus di daerah saya, berada di level 5+. Klik dibawah ini untuk mengetahui sumber gempa dan kekuatan gempanya.

Berita hingga saat ini 9 orang meninggal dan lebih dari seribu orang terluka dengan beberapa tempat mengalami kerusakan. [Baca : Foto dan Video Gempa 6.4 SR di Kumamoto Jepang, 35 Kali Gempa Susulan 2…]

Jujur saja saya mulai panik, dan ternyata hal ini baru dialami orang Jepang pula dan lebih dashyat dari Gempa Fukushima pada 2011 lalu. Terlebih gempa susulan terus berulang.

Akhirnya saya putuskan keluar dan bertemu dengan tetangga dari Bangladesh, seorang mahasiswa kedokteran dari Bangladesh, mulailah berkeliling keluar seperti di video berikut ini.

Teman saya bergabung dengan rekan sebangsanya, akhirnya saya sendiri dan menuju ke laboratorium untuk mencari teman dan informasi tentang gempa.

Kembali jantung berdetak ketika pada Pk. 00.09, goncangan seperti pertama terulang kembali. Untungnya saya sudah berada diluar tepatnya di laboratorium untuk mencari teman yang bisa diajak ngobrol.

Orang-orang Jepang dan mahasiswa asing sudah mulai mengevakuasi diri ke tempat gymnasium atau lapangan terbuka terutama bagi yang memiliki anak-anak. Saya sendiri sudah tidak tahu arah harus bagaimana dan mencoba menuju ke apartemen.

Namun, hati merasa tidak tenang karena berkali-kali gempa susulan berulang terus menerus. Walau tidak sekencang gempa-gempa sebelumnya, tetapi lumayan membuat jantung berdetak keras terlebih muncul ketakutan ketika apartemen yang saya tempati roboh. Apalagi berada di tingkat 3.

Pada akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dengan Abdel [Baca : KISAH ABDEL DAN TEMON TENTANG HIDUP BOROS DAN HEMAT DI JEPANG]. Dengan alasan apartemen yang ditempatinya lebih baru dan sepertinya tahan gempa, terlebih istrinya sedang kembali ke negaranya. Yah paling tidak ada teman untuk berbicara walau sebenarnya tidak aman tetap tinggal di apartemen.

Terus terang saya tidak bisa tidur, terlebih gempa susulan hampir setiap beberapa menit muncul kembali. Terkadang pikiran untuk berada di apartemen abdel salah, karena berada di lantai 2 dari 10 lantai, yang artinya “amit-amit” jika gedung roboh, peluang selamat semakin menipis. Oleh karenanya saya berusaha berada di pinggir jendela dan mencoba jalur evakuasi untuk kemudian loncat ke bawah.

Akhirnya hari pun mulai pagi, terus terang tidur tidak begitu nyenyak dan getaran tetap terasa ketika tertidur, atau mungkin saya mimpi hehe

View this post on Instagram

A post shared by Nasrul Wathoni (@nazroelwathoni)

Faktanya memang gempa terus menerus terjadi, hingga saat ini total 50 kali gempa susulan telah terjadi dan menurut informasi kemungkinan terus berlanjut untuk seminggu kedepan.

Untuk malam ini kemungkinan saya akan menginap di gymnasium sampai dirasa kembali ke apato aman. Informasi warga indonesia lainnya disini, alhamdulillah, semua aman terkendali di Kurokami. Tempat saya di Oe hanya saya sendiri disini yang harus mencoba mengamankan diri.

Mohon doanya, #PrayForKumamoto