X
    Categories: Ilmiah

Sampai Kapan Kampus Lupa Diri Gara-gara Publikasi Jurnal Internasional Terindeks?

Pict : phys.org

Nazroel.id – Izin membagikan tulisan viral di media sosial yang kabarnya merupakan tulisan seorang dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang sedang mengejar World Class University.

Sampai Kapan Kampus Lupa Diri?

Lama saya merenung melihat angka-angka itu. Angka target kinerja yang diminta organ pengawasan Universitas, yang bertindak mewakili kementerian Ristek Dikti. Target kinerja beraroma World class ranking.

Salah satu target indikator kinerja yang digenjot harus naik hampir dua kali lipat. Indikator itu adalah indikator publikasi international terindeks, sebagai tolok ukur keberhasilan riset perguruan tinggi.

Terbayang, bagaimana upaya yang akan dilakukan rektor untuk mengejar target itu. Berapa besar biaya riset yang akan dikeluarkan, berapa insentif yang akan dijanjikan. Para dosen akan diarahkan dan didorong untuk publikasi jurnal. Nanti akan dikerahkan secara masif. Tujuannya sangat difahami, untuk mengejar world class ranking.

Yang saya fikirkan adalah:

setelah target publikasi tercapai,
setelah rangking top 500 dunia dicapai,
setelah puluhan milyar, ratusan milyar atau level nasional triliunan rupiah digelontorkan untuk mengejar rangking itu,

Lalu masyarakat akan mendapat benefit apa?

UKM pembuat tahu tetap saja bekerja secara tradisional dengan metode kerja sejak puluhan tahun lalu.

Petani gambir tetap saja menjual gambir hasil kempaannya dengan harga menyedihkan, karena nilai tambahnya kecil, dan pembeli memonopoli pasar.

Peternak ayam tetap saja kelimpungan dan akhirnya terkapar, karena harga pakan yang sangat dipengaruhi nilai tukar dollar gara-gara ketergantungan bahan impor.

Produk pertanian tropis bernilai tinggi seperti manggis, rempah, tanaman obat tetap dijual mentah dengan harga murah, karena masyarakat tak punya teknologi pengolahan produk turunannya.

Petani tetap menggarap pertanian dengan cara zaman kolonial, karena tak ada dukungan teknik dan teknologi yang memadai.

Hari-hari dalam kehidupan kita dihiasi dengan pelbagai produk atau teknologi import, bahkan untuk barang yang sangat sederhana sekalipun.

Industri-industri hanya berupa industri perakitan, tiap perubahan produk harus diapprove oleh prinsipal di negara asalnya, karena nyaris tak ada teknologi yang dikembangkan sendiri.

PMA diundang untuk datang, namun mereka datang dengan teknologi sendiri, mesin-mesin peralatan industri yang dibawa dari negeri sendiri, tenaga kerja dari mereka sendiri. Lalu kita jadi penontonnya.

Malangnya bangsa ini, ketika perguruan tinggi sibuk dengan indikator sendiri, melakukan window dressing.

Siapa lagi yang akan berfikir untuk kemandirian bangsa ini?

Orang-orang hebat dan cerdas tidak disuruh memikirkan bangsanya, tapi sibuk memikirkan ranking dunia.

Pengelola pendidikan tinggi ini mengerti tidak ya? Apa yang dibutuhkan bangsa dari mereka?

Wahai Bapak-bapak dewan pengawas, mintalah rektor untuk memikirkan lingkungan, mencari peran yang memberi manfaat luas bagi masyarakat dan bangsa. Berhentilah memaksa rektor menyuruh para doktor dan profesor peras keringat untuk kepentingan publikasi terindeks, namun lupa kebutuhan bangsa. Terlalu banyak energi mereka dipakai untuk “menari di gendang orang” lain sehingga lupa kepentingan masyarakat dan bangsanya.

Wahai Bapak Menteri

Segeralah lepaskan diri dari cita-cita perguruan tinggi rangking dunia, bukan itu yang dibutuhkan bangsa ini. Fokuslah pada kebutuhan bangsa, rangking iyu akan menyusul sendiri.

Gantilah indikator kinerja menjadi indikator outcome untuk kemandirian bangsa. Karena para rektor tak dapat berkreasi sendiri jika tone of the top nya tidak ada.

Perintahkan para rektor untuk mengarahkan doktor dan professornya mencari solusi menuju kemandirian bangsa: kemandirian pangan, kemandirian ekonomi, kemandirian teknologi, kemandirian pertahanan, dll.

Perintahkan para orang hebat di perguruan tinggi mengkaji: apa yang salah dalam sistem industri pertanian dan peternakan kita, sehingga para peternak berada dalam posisi terjepit, margin rendah resiko tinggi.

Perintahkan mereka mempelajari apa yang salah, sehingga negara agraris dan maritim ini masih tergantung import produk pertanian: beras, bawang, kedele, jagung, gula bahkan garam.

Perintahkan para ahli lulusan perguruan tinggi hebat dalam dan luar negeri itu mempelajari apa yang salah dalam sistem industri manufaktur kita sehingga industri dalam negeri bagai kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau. Bukankan kita di awalnya mirip dengan keadaan Korea selatan?

Mengapa Korea Selatan bisa mandiri kita tidak?

Perintahkan para rektor mengarahkan sumberdayanya untuk bersinergi dengan industri, dengan target peningkatan produktifitas, efisiensi dan innovasi. Tagih indikator itu pada para rektor.

Wahai Bapak Presiden, perintahkan para menteri bersinergi untuk menuju kemandirian bangsa, libatkan perguruan tinggi di dalamnya. Jangan biarkan mereka jalan sendiri-sendiri, dengan orientasi sendiri-sendiri. Tagih indikator itu pada para menteri.

Jika semua itu dilakukan, insyaAllah akan banyak masalah bangsa ini terselesaikan. Jika tidak jangan salahkan perguruan tinggi akhirnya menghasillan begitu banyak pengangguran terdidik, dan kita menjadi konsumen teknologi, jauh dari kemandirian selamanya.

Ayolah, berfikirlah agak sejenak!

Atau memang selama ini kita tak pernah menganggap ini penting?

Sumber : whatsapp

Menurut saya, jangan hanya melihat dari satu aspek publikasi ilmiah, anggaplah ini menjadi suatu rutinitas sehingga tidak memberatkan para dosen nya. Contoh, saya setiap penelitian selalu berujung output publikasi.

Masih ada aspek lain seperti Pengabdian Kepada Masyarakat, penelitian kolaborasi dengan perusahaan dengan konsep mengandeng masyarakat.

Apapun itu, semua orang berhak berpendapat. Maju terus PT Indonesia!

nazroelwathoni: Hi, selamat datang di blog pribadi saya yang dikemas santai dan mengutamakan manfaat. Hanya sekedar menuliskan apa yang ada di kepala saya ketika menulis di blog ini. Semoga bermanfaat!
Related Post