Ini bukan cerita khayalan, melainkan kisah nyata. Ini juga bukan abdel dan temon, pasangan pelawak tenar di Indonesia, tetapi sengaja bukan nama sebenarnya. Cerita ini disampaikan sebagai gambaran bagaimana jika hidup Jepang dengan hanya memanfaatkan sumber keuangan dari beasiswa.
Terkisah Abdel dan Temon adalah teman akrab saat melewati masa kuliah program doktornya. Berbeda dengan Temon, Abdel telah hidup dan berada di Jepang selama 2 tahun.
Selama waktu itu pula, Abdel beruntung mendapatkan beasiswa pemerintah dari Negeri tempat lahirnya Fir’aun. Beasiswanya sungguh besar, 200 ribu yen perbulan atau sekitar 20 juta, berhubung membawa keluarga maka tambahan 40 ribu yen.
Wajar jika apartemennya pun menempati apartemen lumayan mewah untuk ukuran orang asing dengan sewa perbulan 65 ribu atau 6.5 jutaan, bisa untuk tiket pp Indonesia Jepang.
Selain itu, tiap bulan harus mengeluarkan parkir untuk mobilnya 7 ribu yen, bensin 10 ribu yen. Pengeluaran untuk memiliki mobil di Jepang bisa dibaca di postingan sebelumnya. Belum lagi konsumsi makanan yang ketika diperhatikan dalam seminggu belanja ke supermarket minimal 2 kali dengan sekali belanja 4 ribu yen.
Temon adalah seorang mahasiswa baru yang sama-sama dari negeri jazirah Arab. Tak heran mereka berdua akrab setiap harinya berbicara bahasa arab layaknya ketika mendengar ceramah pengajian. Keakrabannya bisa diibaratkan Abdel dan Temon yang selalu kompak di TV.
6 bulan sudah menikmati kesendirian dengan beasiswa MEXT, beasiswa yang terkenal sejagad dari pemerintah Jepang. Perbulan mendapatkan 140 ribu yen. Satu juta rupiah lebih kecil dari DIKTI.
Dalam 6 bulan itu hidupnya senang, setiap hari bahkan sering mengajak untuk makan di luar. Tak jarang juga mentraktir saya dan temannya. Tapi itu cerita lalu, saat ini Temon membawa istri dan satu bayi berumur 2th.
Biaya untuk kebutuhan bayinya seperti pamfer, susu, makanan khusus bayi dan lainnya menghabiskan sepertiga dari beasiswanya. Tidak heran saat ini tidak pernah lagi mengajak makan diluar. Untuk makan siang pun cukup hanya mie mirip pop mie seharga 90 yen atau 10 ribu rupiah.
Kabar gembira juga muncul dari Abdel. Anak pertamanya lahir di Jepang. Namun sayangnya, beasiswa dari pemerintahnya telah habis kontrak dan dilanjut dengan beasiswa dari Pemerintah Jepang.
Bisa dibayangkan, dengan pola hidup masih seperti mendapatkan beasiswa sebelumnya, kini beban hidupnya bertambah.
Selidik punya selidik, ternyata Temon masih bisa menyisihkan dari uang beasiswa setiap bulannya untuk tabungannya kelak. Sedangkan Abdel nyaris habis di pola hidup mewahnya.
Kesimpulannya, jika hidup di negeri orang dengan hanya bergantung terhadap beasiswa. Pola hidup konsumtif dinegerinya harus dipikirkan untuk ditinggalkan, jika tidak siap-siap uang beasiswanya menguap entah kemana.